AKU MENJADI LEMBAH MADU ISTRI MAJIKANKU

 
Terus terang hidupku sekarang ini boleh dibilang berkelimpahan materi. Namun dibalik semua itu, aku merasa tersiksa lahir dan bathin karena aku yang dikarunia Allah wajah tampan dan gagah ini tak kuat iman terjebak dalam perselingkuhan indah yang menyakitkan.
Pada awalnya, sore itu aku dan teman-temanku yang baru lulus SMTA mejeng jual tampang di depan sebuah Mall yang cukup terkenal di Jakarta, saat teman-temanku yang berduit pergi keliling ke dalam Mall, aku yang kantongnya kempes tidak ikut-ikutan. Aku duduk-duduk saja tak jauh dari tempat parkir mobil.
Saat itu memang pikiranku sedang kusut mengingat dan membayangkan ibuku yang bersusah payah mencari nafkah untuk kelangsungan hidup kamiu semenjak ayah meninggal 5 tahun lalu. Seperti yang diharap ibuku, setamat sekolah aku ingin lekas bekerja apa saja, untuk membantu  ketiga adikku tapi kerja apa ? Pertanyaan batinku sungguh makin sempit apalagi aku belum memiliki ketrampilan khusus, aku menarik nafas sedih.
Ketika aku tengah merenung  memikirkan masa depan keluargaku yang morat-marit, tiba-tiba seorang wanita cantik duduk disebelahku dan menyapaku dengan suaranya yang lembut ”kenapa melamun?”, aku sangat terkejut dengan sapaan itu, karena yang menyapa ternyata seorang wanita tengah baya cantik bertubuh sintal dengan make up sempurna. Setelah berkenalan, aku menjawab pertanyaannya dan secara jujur kuceritakan keadaanku yang sebenarnya.


Wanita tengah baya yang mengaku bernama Risa itu memberikan kartu nama dan aku diminta  datang ke rumahnya dengan janji akan diberi pekerjaan. Sebelum masuk kemobilnya dia memberiku uang seratus ribu rupiah untuk ongkos pulang. Aku sangat gembira sekali saat itu, tak menduga dapat rezeki nomplok.
Dua hari kemudian, aku datang ke rumah ibu Risa yang cukup mewah yang terletak di Komplek elite. Aku dikenalkan dengan suaminya Pak Ongkojaya setelah berumbuk mereka bersepakat memberiku pekerjaan sebagau tukang kebun.  Mulanya aku menolak karena tidak berpengalaman mengurus tanaman, tapi pak Ongko yang bermata sipit memberi peluang padaku untuk mencoba dulu dan belajar pada pak Trimo tukang kebun senior, maka aku terima tawaraan pekerjaan yang berlawanan dengan cita-citaku yang ingin menjadi pegawai kantor. Resmilah hari itu aku menjadi tukang kebon meski tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yach....terpaksa saja kujalani dari pada nganggur.
Begitu diantar ketempat perkebunan milik pribadi yang terletak dipinggiran kota, sebagai karyawan baru kau mendapat fasilitas sebuah rumah mungil ditengah perkebunan yang ditanami buah dan bunga lengkap  dengan TV, tape dan VCD. Selama bekerja, aku dipandu Pak Trimo menerimaku dengan senang hati bahkan dia tak segan-segan mengajariku  cara-cara merawat tanaman buah dan bunganya. Juga Ibu Risa yang sering datang ke kebun dengan membawa buku-buku bacaan kesukaanku. Lama-lama aku merasa betah dan senang juga, apabila ibu Risa menggajiku cukup besar sehingga aku bisa membantu ibu dan ketiga adikku yang membutuhkan biaya sekolah.
Sejak itu Ibu Risa hampir setiap hari datang ke kebun memetik bunga dan buah-buahan. Kadang-kadang mengajak beberapa temannya. Dalam satu kesempatan berdua, bu Risa menceritakan kekurangan bahagiannya dalam perkawinannya  dengan Ongkojaya selama 20 tahun. Suaminya yang seorang pengusaha sukses lebih banyak menghabiskan waktunya dengan rekan bisnis di luar negeri bersama wanita-wanita simpanannya yang muda-muda dan cantik-cantik.
Waktu pun terus bergulir, karena seringnya aku bertemu, ngobrol berdua dengan bu Risa, lambat laun hatiku merasa iba atas penderitaan bathinnya, terlebih  dia belum dikaruniai anak. Suatu hari ubu Risa yang kesepian memutarkan film porno yang sengaja dibawakan untukku. Dalam suasana sunyinya area perkebunan, ditengah rintik hujan, sambil menonton adegan-adegan yang merangsang syaraf kelaki-lakianku, bu Risa  merayuku dan memohonku untuk memenuhi hasrat biologisnya yang sudah menggelora. Setan  bersorak dan menari, kekuatan imanku yang kujaga selama ini runtuh hingga terjadilah perbuatan yang sangat dilarang Allah, zina! Usai  berzina aku menyesal. Tapi pada kesempatan berikutnya, peristiwa itu terus berulang di dalam kamar ditengah kebun yang sunyi, siang atau malam. Kenikmatan-kenikmatan sex yang kunikmati  membuatku semakin jauh terperosok dalam lumpur dosa hingga bu Risa hamil.
Mengetahui kehamilan bu Risa aku sangat  cemas dan merasa berdosa pada pak Ongko, namun aneh sekali, saat  pulang dari luar negeri  dan mendengar istrinya hamil pak Ongko sangat bersuka ria serta mengadakan acara pesta  syukuran besar-besaran dan bu Risa memberiku  selembar cek senilai Rp. 50 jura rupiah. Cukup untuk membeli rumah sederhana yang bisa ditempati ibu dan ketiga adikku yang selama ini ngontrak.
Sembilan bulan kemudian, bayi yang dikandung bu Risa lahir lewat bedah caesar, kelahiran bayi laki-laki itu membuatku ketakutan. Hatiku  berdebar-debar kuatir aib yang selama ini kupendam terkuak, karena jika pak Ongko tahu bayi itu bukan darah dagingnya, dia pasti marah  dan menghajarku sampai mampus. Namun apa yang kucemaskan  tak kunjung terjadi, justru kepulangan bu Risa dari rumah sakit disambut dengan pesta meriah. Pak Ongko terlihat sangat bangga dan bahagia dengan hadiahnya sang bayi yang selama 21 tahun dia dambakan.
   Aku sendiri tidak hadir dalam pesta itu dengan alasan sakit, aku hanya titip salam melalui pak Trimo. Ketika pesta usai, entah kenapa pak Trimo menginap di tempatku. Orang tua yang sudah ku anggap bapakku itu bercerita kalau putra pak Ongko sangat tampan, mendengar ceritanya aku Cuma bisa menarik nafas dalam-dalam. Ingatanku terbentuk pada bu Risa yang telah menyatu dengan jiwaku. Ya, wanita itulah yang pertama memperjakaiku, menyuguhkan anggur kenikmatan sorga dunia yang berbuah janin. Anakku... Keluhku tersendat ditenggorokan.
”Aku mau berhenti dari pekerjaan ini Pak !” kataku pada pak Trimo. Pak Trimo tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. ”Sudah bapak duga apa yang kamu katakan itu. Bapak mendukung keinginanmu”. Kata pak Trimo kata-kata itu sangat mengejutkanku.
   Maksud bapak ?”, tanyaku ingin tahu  kejujurannya. Orang tua itu terus terang sebenarnya dia tahu semua perselingkuhanku dengan bu Risa. Dia tahu kalau bayi yang dilahirkan bu Risa adalah darah dagingku. Betapa malunya aku, namun pa Trimo yang bijaksana tidak menyalahkan aku, ibu Risa juga salah. Ibarat bonsai telah menjadi bubur, aku tidak perlu menyesali lebih baik bertobat dan menjauhi bu Risa.
Tekadku yang bulat untuk secepatnya berhenti bekerja, kusampaikan pada bu Risa. Tapi bu Risa tidak mengabulkan bahkan akan mengancam akan membongkar hubungan gelapku dengannya pada suaminya. Kamipun bertengkar hebat. ”Demi anak kita tetaplah tinggal disini”. Pintanya menghiba padaku. Mendengar permintaannya dan mengatasnamakan ”anak kita” hatiku yang panas lumer. Pelukan dan ciuman bu Risa yang menggairahkan kubalas dengan hangat mengalah dan kalah, padahal sedetikpun aku tidak pernah diperbolehkan menengok anakku yang diasuh dua baby sister. Betapa kejamnya dia penolakannya sangat menyakitkan. Kusadari selama ini aku Cuma menjadi alat pemuas nafsu sexnya, tanpa peduli jeritan jiwaku yang berontak. Sejak saat itu, aku tidak bersemangat kerja. Tanaman-tanaman sengaja tidak kuurus, agar aku dipecat.
   Tapi bu Risa tidak peduli dia tetap memanjakanku dan pada setiap kesempatan menginap dikebun, sebenarnya aku sudah berulang kali menolak keinginan bu Risa untuk yang satu ini. Namun sayang setiap kali itu pula aku tak berdaya karena aku sudah merasionalisasikan hubungan itu, hingga membuatku sulit menolak bahkan semakin ketagihan kadang ingin membawanya lari jauh dan menikahinya saja, tapi keinginan itu selalu kubendung. Aku sadar siapa bu Risa dan siapa aku. Melihat kelemahanku, pak Trimo acapkali memperingati dengan jalan mengajakku keluar dari perkebunan, bersholat Jum’at di masjid. Dalam do’a aku menangis menyadari betapa kotor dan terkutuknya aku. Betapa terlukanya hati ibu dan ketiga adikku bila mereka tahu uang yang dibelikan rumah dan dikirim setiap bulan selama ini adalah uang hasil menjual diriku.
Satu hari ibuku datang menjengukku bersama Tika mantan pacarku semasa SMA. Tika yang sederhana telah bekerja di suatu perusahaan. Gadis yang pernah menawan hatiku itu memintaku untuk kembali dan menikah dengannya. Entah masih cinta apa tidak, keinginan Tika kusambut dengan tangan terbuka. Kepada bu Risa aku berterus terang. Kali ini bu Risa mengabulkan bahkan bersedia membantuku semua biaya pesta pernikahanku dengan satu syarat aku harus mencarikan seorang pemuda sepertiku sebagai pengganti.
Kepada pak Trimo aku minta bantuan mencari tukang kebon baru. Tapi apa yang terjadi ? ternyata setiap pelamar yang datang, meskipun punya pengalaman di kebun bu Risa selalu menolak. Hal ini membuatku marah, maka ketika dia mengajakku bercumbu, aku benar-benar tidak melayaninya. Dengan kesal dia meninggalkanku dan mengancam akan menceritakan perselingkuhanku selama ini pada ibu dan Tika juga pada suaminya. Dia tidak peduli apa yang akan terjadi nanti. Haruskah aku lari? Atau selamanya menjadi gula-gula? Ya Allah... Berikanlah Petunjukmu....( Seperti yang dituturkan KS pada Ok  di Jakarta )